Chairul Tanjung, Si Anak Singkong
Chairul Tanjung, Si Anak Singkong
Diposkan oleh IBOEKOE pada 08 Jul 2012 | 37 Tanggapan
Dari selembar kain batik halus milik ibunya, 31 tahun lalu, Chairul Tanjung atau CT kini mampu menyediakan pekerjaan bagi sekitar 75.000 orang di berbagai perusahaan miliknya. Kalau rata-rata karyawan itu anggota keluarganya empat orang, maka sekitar 300.000 orang hidup dari berbagai kegiatan usahanya.
Saya yakin, hal itu tidak akan mungkin terjadi tanpa kehendak Yang Maha Kuasa,” ujar Chairul saat berbincang santai di sela-sela kesibukannya mempersiapkan peresmian Kompleks Trans Studio dan hotel mewah berstandar internasional, Trans Luxury Hotel, di Bandung, Jawa Barat, Kamis (28/6) malam.
Oleh karena itu, ekspansi bisnis ke berbagai bidang usaha yang dilakukannya merupakan bagian rasa syukur dari semua kesempatan yang diberikan Allah SWT.
Bagi Chairul, rasa syukur tak cukup hanya berdoa dan mengucap alhamdulillah, tetapi harus bekerja keras dan terus berusaha. Dengan berkembang, berarti semakin banyak kesempatan kerja dan semakin banyak orang bisa hidup dari perusahaannya. Dan, sebaik-baiknya manusia adalah mereka yang berguna untuk manusia lainnya.
”CT di mata saya adalah seorang Indonesia yang diimpikan siapa saja. Muda, bekerja keras, sukses besar, bersih dan gentleman,” ujar Menteri Badan Usaha Milik Negara Dahlan Iskan.
Namun, Chairul berusaha tetap rendah hati. Ia merasa bukan orang pintar karena orang pintar di negeri ini banyak. Begitu pula yang bekerja keras, pun tidak sedikit.
Sukses menjalankan usaha dan mempekerjakan puluhan ribu orang tidak membuat Chairul merasa menjadi aktor utamanya. ”Itu skenario Yang Maha Kuasa,” ujarnya.
Kain batik halus
”Chairul, uang kuliah pertamamu yang Ibu berikan beberapa hari lalu Ibu dapatkan dari menggadaikan kain halus Ibu. Belajarlah dengan serius, Nak.” Kata-kata yang diucapkan Hj Halimah, ibunda Chairul, itu masih terngiang jelas dan menyentuh kalbu yang paling dalam.
Ia tidak menyangka ibunya terpaksa melepas kain batik halus simpanan untuk membiayai ongkos masuk kuliahnya di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia (UI) tahun 1981. Padahal Chairul yakin, kain batik itu adalah harta paling berharga yang kala itu dimiliki ibundanya.
”Di satu sisi, saya terpukul dan terharu mendengar hal itu. Namun, dari situlah saya bertekad tidak akan meminta uang lagi kepada ibu. Saya harus bisa memenuhi biaya kuliah sendiri,” kata Chairul.
Kompleks bisnis terpadu itu akan dibuka Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan duta besar sejumlah negara. Ia mendedikasikan acara ini untuk perjuangan ibunya, Halimah, yang telah menjadi sosok penyemangat hidupnya hingga kini.
Batik halus yang mirip dengan milik ibunya dulu, akan dijadikan suvenir utama bagi para undangan.
Buku praktikum
Titik balik kemandiriannya dimulai saat Chairul melihat peluang usaha pembuatan buku praktikum kuliah. Ia menjual cetakan buku praktikum dengan harga lebih murah dibandingkan dengan di kios fotokopi yang ada di sekitar Kampus UI.
Ia bekerja sama dengan usaha percetakan milik kerabat salah seorang temannya. Beruntung, usaha pertamanya ini dilakukan tanpa modal karena pemilik percetakan tak mengharapkan uang muka. ”Keuntungan pertama saya Rp 15.000, dan terhitung besar pada zaman itu. Namun, pengalaman yang paling berharga adalah saat belajar soal jaringan dan kepercayaan,” cerita Chairul Tanjung.
Pengorbanan ibu dan keuntungan Rp 15.000 pertama itu membangkitkan rasa percaya dirinya. Perlahan Chairul mengembangkan usahanya dengan mencoba bisnis importir alat kedokteran hingga eksportir sandal.
Dia juga pernah merugi saat gagal merintis pembuatan pabrik sumpit. Namun, kejadian itu tidak membuatnya patah arang.
”Saya selalu menerima kegagalan dengan tangan terbuka. Percaya atau tidak, bila semuanya diterima dengan terbuka, lama-lama kegagalan akan enggan datang,” selorohnya.
Berbekal semangat dan filosofi itu, Chairul dikenal sebagai salah satu pengusaha sukses Indonesia kini. Majalah Forbes menempatkan Chairul Tanjung pada urutan 937 orang kaya di dunia dengan total kekayaan satu miliar dollar AS.
Beberapa kalangan menyebut Chairul bertangan emas, yang bisa menjadikan semua usahanya nyaris sempurna.
Mengambil alih
”Tangan emas” dibuktikannya saat mengambil alih kembali Bank Mega tahun 1996. Saat itu Bank Mega tengah sakit keras dengan saldo merah di Bank Indonesia mencapai Rp 90 miliar. Sebesar 90 persen di antaranya merupakan kredit macet. Hasilnya, tahun 2011 Bank Mega masuk jajaran 12 bank di Indonesia dengan aset Rp 62 triliun.
Stasiun televisi TransTV dan Trans7 dibawanya menjadi favorit masyarakat dengan program yang dikelola sendiri oleh para personelnya. Pusat hiburan masyarakat di Makassar dan Bandung, seperti Trans Studio, pun dalam waktu singkat menjadi kawasan idola masyarakat Indonesia.
Tidak heran, banyak perusahaan berskala lokal dan internasional menawarkan diri untuk dibidaninya. Salah satunya adalah saat dia mengakuisisi raksasa ritel Perancis, Carrefour. Chairul mengatakan, bukan dia yang memilih mengakuisisi, tetapi pihak Carrefour yang menawarkan kepadanya tahun 2010.
Selain terus membuka kesempatan kerja lewat berbagai unit usaha baru, Chairul Tanjung juga menggagas berbagai organisasi dan kegiatan amal, baik untuk warga miskin maupun korban bencana alam. Di antaranya lewat Chairul Tanjung Foundation, Rumah Anak Madani, Komite Kemanusiaan Indonesia, dan We Care Indonesia. ”Saya sempat terharu saat seorang warga mengatakan akan terus berbelanja di Carrefour agar saya bisa membantu semakin banyak orang,” katanya.
Sebagai manusia biasa, Chairul Tanjung juga pernah punya kekhawatiran besar. Ia merasa cemas bila tidak punya energi lagi untuk mengurus perusahaan yang memayungi puluhan ribu orang ini.
Namun, dia menambahkan, sekarang ia sudah punya jurus jitu untuk menekan kecemasan itu. Tahun 1995, saat mengantar ibunda menunaikan ibadah haji, di pintu Kabah ia mengikrarkan diri sebagai prajurit Allah.
”Sebagai prajurit, apa pun yang Dia berikan, baik, buruk, susah, senang, ringan, berat, insya Allah akan senantiasa saya jalankan dengan ikhlas. Saya pasrah kepada-Nya yang sudah memberikan berkah ini. Karena, toh, dulu juga saya bukan siapa-siapa,” ujar Chairul tersenyum, tanpa beban.
Sumber: Kompas, 2 Juli 2012, “Chairul Tanjung, Tangan Emas, Skenario yang di Atas”
Comments
Post a Comment